Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut dua Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka telah ditetapkan sebagai pemenang dalam Pilpres 2024.
Prabowo-Gibran memperoleh 96.214.691 suara sah. Perolehan suara pasangan ini setara dengan 58,6 persen dari total suara nasional 164.227.475. Sementara paslon nomor urut satu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar meraih 24,9 persen suara dan nomor urut tiga Ganjar Pranowo-Mahfud MD cuma mendapatkan 16,5 persen suara.
Prabowo-Gibran menang dalam satu putaran karena perolehan suaranya lebih dari 50 persen suara nasional. Selain itu, mereka juga unggul di lebih dari 20 provinsi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas bagaimana nasib ekonomi Indonesia nanti di bawah kepemimpinan keduanya?
ADVERTISEMENT
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita berpendapat siapapun presiden yang terpilih, ekonomi Indonesia secara natural akan tetap tumbuh.
Menurutnya, konsumsi dalam negeri akan terus melaju, investasi pun demikian. Ia memprediksi peran belanja pemerintah kepada pertumbuhan hanya maksimal 17 persen-18 persen.
Ronny mengingatkan ekonomi Indonesia sangat ‘consumtion based’, di mana kontribusi konsumsi rumah tangga lebih dari 50 persen. Sisanya, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor.
“Artinya, di tangan Prabowo-Gibran pun potensi perekonomian nasional semakin maju juga besar. Apalagi jika Prabowo-Gibran memiliki kebijakan-kebijakan yang produktif terhadap perekonomian nasional,” kata dia kepada CNNIndonesia.com, Kamis (21/3).
“Di era Jokowi saja, meskipun tak mencapai target pertumbuhan yang ia janjikan, ekonomi tetap tumbuh 5 persenan, artinya PDB Indonesia semakin membesar, total factor productivity semakin naik,” sambungnya.
Sehingga, menurut Ronny, jika Prabowo-Gibran hanya meneruskan kebijakan Jokowi, minimal ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5 persen rata-rata per tahun. Apalagi jika pasangan tersebut memang serius ingin mencapai angka 6 persen-7 persen pertumbuhan dan menaikkan rasio pajak (tax ratio).
“Tentu perekonomian nasional akan semakin maju,” tutur Ronny.
Ronny pun memprediksi program makan siang gratis akan menjadi kelemahan Prabowo-Gibran. Pasalnya, program tersebut akan menyerap banyak anggaran, tetapi imbasnya tidak berkelanjutan dan tidak terlalu produktif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain itu, ia menilai misi Prabowo-Gibran yang ingin mencapai pertumbuhan ekonomi 6 persen-7 persen dan menaikkan rasio pajak belum jelas.
Lantaran pasangan tersebut belum jelas strategi ekonominya, maka Ronny menilai Prabowo-Gibran berpotensi mengulangi kesalahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni menambah utang yang banyak dengan imbas pada perekonomian yang tidak terlalu besar dan beban anggaran untuk cicilan dan bunga utang semakin berat.
Ia pun menilai semua program yang ditawarkan Prabowo-Gibran bisa diterapkan. Yang menjadi persoalan, apakah program-program tersebut bakal membebani anggaran tapi tak berimbas produktif kepada perekonomian atau tidak.
“Program seperti makan siang gratis, misalnya, bisa saja dibiayai APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara), tapi apakah akan mendongkrak pertumbuhan atau tidak, sangat perlu diperdebatkan lagi,” kata Ronny.
“Lalu kebijakan pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan, misalnya, juga sangat mungkin diwujudkan, tapi belum tentu bisa mendongkrak tax ratio. Dan banyak lagi. Semua masih perlu dikaji dan diperdebatkan,” lanjutnya.
Bersambung ke halaman berikutnya…